Subscribe

Rabu, 13 Mei 2009

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak - anak dan masa dewasa...

di masa - masa seperti ini banyak sekali hal - hal yang ingin dirasakan, diketahui dan

dicoba.
dengan menemukan atau mencoba hal yang baru merupakan hal yang membanggakan baik itu

kearah yang positif maupun negatif mereka tak perduli apa lagi bagi mereka yang selama

ini terbelenggu oleh aturan rumah yang sangat membosankan...

disini kalian akan mendapatkan banyak hal terutama bagi kamu yang menginjak masa remaja

[+/-] Selengkapnya...

Walang sangit (Leptocorisa oratorius F,Coreidae, Hemiptera) merupakan salah satu
hama serangga penting padi di lahan rawa lebak. Hama ini bukan saja dapat menurunkan
hasil tetapi juga menurunkan kualitas gabah seperti bintik-bintik coklat pada gabah akibat
isapan cairan dari hama tersebut pada saat padi matang susu. Dari hasil observasi,
diketahui ada beberapa cara pengendali hama walang sangit yang telah lama dilaksanakan
oleh petani. Cara-cara tersebut berpotensi untuk dikembangkan seperti penggunaan keong
yang dibusukkan sebagai perangkap, pengasapan dari bahan batu bara, tumbuhan mercon,
kapur barus, penggunaan tumbuhan ribu-ribu dan cambai. Walang sangit lebih tertarik
untuk datang pada keong-keong yang telah dibusukkan sehingga pengendalian mudah
dilaksanakan karena terkonsentrasi pada areal yang sempit. Selain itu pengasapan dengan
menggunakan daun tumbuhan mercon ataupun batubara ternyata dapat mengurangi
populasi walang sangit. Sedangkan kapur barus, tumbuhan ribu-ribu dan cambai dapat
menolak kedatangan walang sangit karena bau yang dipancarkan oleh bahan tersebut
sehingga kerusakan padi yang disebabkan walang sangit dapat dihindari. Cara-cara
pengendalian tersebut dapat mengurangi kerusakan gabah padi yang disebabkan walang
sangit berkisar 15-20%.



PENDAHULUAN

Lahan rawa lebak merupakan lahan yang berpotensi untuk dikembangkan karena
luasnya yang cukup besar di Inonesia sehingga dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatan produksi. Luas lahan rawa lebak ditaksir sekitar 13,27 jua ha
atau 40% dari luas keseluruhan rawa yang luasnya sekitar 33,43 juta ha Jawa (Anwarhan,
1989).

Pemanfaatan lahan lebak untuk usaha pertanian umumnya masih rendah dan
bervariasi dari satu kawasan kekawasan lainnya. Produktivitas padi di lahan rawa lebak ini
pada umumnya masih rendah, disebabkan selain tingkat kesuburan tanah yang rendah,
kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, juga serangan hama
dan penyakit yang merupakan salah satu faktor pembatas yang penting.

Serangan hama dan penyakit merupakan resiko yang harus dihadapi dan
diperhitungkan dalam setiap usaha budidaya tanaman untuk meningkatkan produksi yang
sesuai dengan harapan. Resiko ini merupakan konsekuensi dari setiap perubahan ekosistem
sebagai akibat budidaya tanaman yang dilakukan, sedangkan ketidaktentuan iklim
merupakan suatu hal yang harus diterima sebagai fenomena alam. Perubahan atau ketidak

269



tentuan iklim sangat berpengaruh terhadap perkembangan hama/penyakit dan berpengaruh
langsung terhadap usaha budidaya tanaman.

Salah satu hama serangga penting di lahan lebak adalah walang sangit (Leptocorisa
oratorius F,Coreidae, Hemiptera), dimana hama ini hampir menyerang pertanaman padi
hampir disetiap musim. Hama ini menyerang pertanaman padi setelah padi berbunga. Bulir
padi ditusuk dengan rostrumnya, kemudian cairan bulir tersebut diisap (Domingo et al.,
1982). Akibat serangan hama ini pertumbuhan bulir padi kurang sempurna, biji/bulir tidak
terisi penuh ataupun hampa sama sekali. Dengan demikian dapat mengakibatkan
penurunan kualitas maupun kuantitas hasil.

Adapun taktik pengendalian hama yang paling utama dilakukan petani adalah
penggunaan insektisida. Akan tetapi apabila penggunaan bahan insektisida tersebut kurang
bijaksana akan menimbulkan dampak negatif bagi flora maupun fauna serta lingkungan,
dan disamping itu pula bahan kimia atau pestisida tersebut harganya cukup mahal.
Berdasarkan konsep PHT pengguaan pestisida merupakan alternatif terakhir apabila
komponen pengendali lainnya tidak mampu lagi menekan hama tersebut, maka peranan
pengendali alami yang ramah lingkungan perlu dikaji.

Untuk menunjang konsep PHT tersebut dalam rangka pengurangan penggunaan
bahan insektisida perlu dicari alternatif pengendalian yang bersifat ramah lingkungan antara
lain penggunaan bahan bioaktif (insektisida nabati, attraktan, repelen), musuh alami
(parasitoid dan predator serta patogen), serta penggunaan perangkap.

Tulisan ini menginformasikan teknik pengendalian hama walang sangit pada tingkat
petani di lahan lebak Kalimantan Selatan.

Biologi

Walang sangit bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan
lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Telur berwarna hitam, berbentuk
segi enam dan pipih. Satu kelompok telur terdiri dari 1-21 butir, lama periode telur rata-
rata 5,2 hari (Siwi et al., 1981).

Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Lama periode nimfa
rata-rata 17,1 hari. Pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi coklat
kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa. Walaupun
demikian warna walang sangit ini lebih ditentukan oleh makanan pada periode nimfa.
Bagian ventral abdomen walang sangit berwarna coklat kekuning-kuningan jika dipelihara
pada padi, tetapi hijau keputihan bila dipelihara pada rumput-rumputan (Goot, 1949 dalam
Suharto dan Siwi, 1991).

Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna coklat, berukuran panjang
sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm dengan tungkai dan antenna yang panjang.
Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1. Setelah menjadi imago serangga ini baru
dapat kawin setelah 4-6 hari, dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup walang sangit
antara 32-43 hari. Lama periode bertelur rata-rata 57 hari (berkisan antara 6-108 hari,
sedangkan serangga dapat hidup selama rata-rata 80 hari (antara 16-134 hari)(Siwi et al.,
1981).

270



Gejala serangan dan Kerusakan

Kerusakan yang hebat disebabkan oleh imago yang menyerang tepat pada masa
berbunga, sedangkan nimpa terlihat merusak secara nyata setelah pada instar ketiga dan
seterusnya (Kalshoven, 1981).

Menurut Willis (2001), tingkat serangan dan menurunnya hasil akibat serangga
dewasa lebih besar dibandingkan nimfa. Suharto dan Damardjati (1988) melaporkan
bahwa 5 ekor walang sangit pada tiap 9 rumpun tanaman akan merugikan hasil sebesar
15%, sedangkan 10 ekor pada 9 rumpun tanaman akan mengurangi hasil sampai 25%.

Kerusakan yang tinggi biasanya terjadi pada tanaman di lahan yang sebelumnya
banyak ditumbuhi rumput-rumputan serta pada tanaman yang berbunga paling akhir
(Willis, 2001).

Pengendalian

a. Penggunaan Perangkap
Di lahan rawa lebak petani dalam mengendalikan hama khususnya walang sangit
menggunaan perangkap yaitu dari bahan keong yang dibusukkan. Dengan cara
pengendalian tersebut intensitas kerusakan walang sangit dapat ditekan. Hasil pengamatan
dilapang menunjukkan bahwa pengendalian dengan menggunakan perangkap bau busuk
(keong) tersebut cukup efektif dibandingkan pengendalian lainnya dalam mengendalikan
hama walang sangit. Adapun fungsi dari penggunakan perangkap dari bahan keong yang
dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena
dengan perangkap tersebut walang sangit lebih tertarik berkunjung ketempat perangkap
tersebut dibandingkan pada bulir padi.

Jumlah populasi yang didapatkan pada perangkap tersebut 5-10 ekor/perangkap.
Kadang-kadang petani juga menaruh bahan racun dari karbofuran 5-10 butir/tempat,
sehingga walang sangit yang datang berkunjung dan mengisap bahan tersebut dan mati.

Pengandalian hama walang sangit dengan cara perangkap busuk tersebut yang
dipasang ditepi-tepi sawah dengan jarak antar perangkap 10-15 m tersebut cukup efektif
memerangkap walang sangit. Walang sangit bergerombol datang pada perangkap bau
busuk tersebut untuk makan dan mengisap cairannya. Walang sangit lebih tertarik kepada
bau-bauan tersebut dibandingkan makan pada padi yang sedang berbunga sampai matang
susu. Menurut Sunjaya (1970), banyak diantara jenis-jenis serangga tertarik oleh bau-bauan
dipancarkan oleh bagian tanaman yaitu bunga, buah atau benda lainnya. Zat yang berbau
tersebut pada hakekatnya adalah senyawa kimia yang mudah menguap seperti pada
perangkan bau busuk tersebut.

Dengan demikian intensitas kerusakan bulir/biji padi dapat dihindari dengan cara
perangkap bau tersebut. Dilihat dari lingkungan tidak mempengaruhi terutama keberadaan
musuh alami (predator dan parasitoid) di lahan lebak tersebut. Dari hasil pengamatan
terhadap musuh alami populasi predator jenis laba-laba, kumbang karabit dan belalang
minyak dan jenis parasitoid lainnya populasi cukup tinggi (Tabel 2).

Dan ada pula cara lain yaitu dengan menggunakan obor dan asap tetapi hasilnya
kurang memuaskan, karena cara tersebut selain dapat menarik walang sangit tetapi juga
dapat menarik serangga-serangga lain terutama jenis musuh alaminya ikut terbunuh.
Adapun cara perangkap bau busuk tersebut bukan mematikan hama walang sangit tetapi

271



hanya mengalihkan perhatian sehingga dapat menghindari serangan hama tersebut pada
padi.

Tabel 1. Cara pengendalian walang sangit ditingkat petani lahan lebak Alabio pada
MT. 2002/2003.

Taktik pengendalian

Intensitas kerusakan (%)
Perangkap busuk (keong) 5 -7,5
Ubor(Api) 10-15
Asap 10-18
Insektisida 7,5-11,5
Kontrol 25-75

Tabel 2. Keragaman musuh alami di lahan lebak,Alabio pada MT.2002/2003

Spesies Ordo Famili Musuh alami Ket

Tetragnatha mandibulata Arachnida Tetragnathidae predator +++
Tetragnatha javanica Arachnida Tetragnathidae predator +
Lycosa sp Arachnida Lycosidae predator +++
Oxyopes sp Arachnida Oxyopidae predator ++
Argiope sp Arachnida Araneidae predator ++
Phidippus sp Arachnida Salticidae predator +
Hapalochrus sp Coleoptera Malaciidae predator +
Paederus furcipes Coleoptera Staphylinidae predator +++
Ophionea ishii ishii Coleoptera Carabidae predator +++
Microspis sp Coleoptera Coccinellidae predator ++
Harmonia sp Coleoptera Coccinellidae predator +
Synharmonia sp Coleoptera Coccinellidae predator +
Agriocnemis femina femina Odonata Agrionidae predator ++
Orthetrum sabina sabina Odonata Libellulidae predator ++
Tholymis tillarga Odonata Libellulidae predator +
Ischnura senegalensis Odonata Agrionidae predator +
Conocephalus longipennis Orthoptera Tettigonidae predator ++
Metioche sp Orthoptera Gryllidae predator ++
Pipunculus sp Diptera Pipunculidae predator ++
Anatrichus sp Diptera Chloropidae predator +
Apenteles sp Hymenoptera Braconidae parasitoid ++
Trianguliper Hymenoptera Bethylidae parasitoid +
Itoplectis narangae Hymenoptera Ichneumonidae parasitoid +

Stenobracon sp Hymenoptera Braconidae parasitoid +
Telenomus rowani Hymenoptera Scelionidae parasitoid +++
Trichogramma sp Hymenoptera Trichogramma Tidae parasitoid ++

Tetrastichus schoenobii Hymenoptera Eulophidae parasitoid +
Elasmus sp Hymenoptera Eulophidae parasitoid ++
Apenteles sp Hymenoptera Braconidae parasitoid ++
Xanthopimpla sp Hymenoptera Ichneumonidae parasitoid ++

272



b. Pemanfaatan Asap
Taktik pengandalian dengan menggunaan asap sudah seringkali dilakukan oleh
petani rawa lebak maupun tadah hujan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Tetapi dengan
mengganti bahan pengasapan tersebut dengan menggunaan bahan galian batubara
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, karena bahan galian batubara tersebut kalau
dibakar dapat bertahan lama dan menimbulkan bau yang menusuk sehingga dapat
mempengaruhi aktivitas dari hama walang sangit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
penggunaan asap dari bahan galian batubara intensitas kerusakan oleh walang sangit dapat
ditekan. Hal ini diduga bahwa bau asap dari bahan galian batu bara tersebut dapat
mengusir hama walang sangit, karena pada lokasi pertanaman padi yang tidak melakukan
pengendalian dengan cara pengasapan (bahan batubara) intensitas kerusakan cukup tinggi
(Tabel 3). Selain di lahan rawa lebak pengendalian cara tersebut dilakukan juga oleh petani
rawa pasang surut dan hasilnya cukup baik, dan disamping itu pula penggunaan insektisida
dapat ditekan.

Selain pengasapan dengan menggunakan bahan batu bara juga petani menggunakan
bahan tanaman dari tumbuhan cambai dan tumbuhan mercon dalam mengendalikan hama
walang sangit. Dengan menggunakan bahan tumbuhan tersebut intensitan kerusakan oleh
walang sangit dapat ditekan. Menurut Asikin dan Thamrin (2003), melaporkan bahwa
tumbuhan cabai dan mercon tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati bahan persentase
tingkat kematian larva ulat jengkal melebihi dari kontrol insektisida nabati dari tumbuhan
Mimba yaitu tumbuhan galam, mercon, sungkai, kedondong, kumandrah dan cabai yaitu
berkisar antara 70 – 80 %.

Tabel 3. Intensitas kerusakan oleh walang sangit pada MT.2001/2002 di lahan rawa lebak.

Cara pengasapan

Intensitas kerusakan (%)

Asap (bahan batubara) 6-8,5

Obor(Api) 9-17,5

Asap (bahan rerumputan) 10-16

Asap (bahan kayu) 7-12

Insektisida 10-12,5

Kontrol 25-65

c. Penggunaan Kapur Barus
Adapun taktik lain yang sering digunakan petani dalam mengendalikan walang
sangit adalah dengan menggunakan kapur barus. Cara ini juga cukup efektif dalam
mengendalikan hama walang sangit. Aplikasi taktik pengendalian ini dilakukan pada saat
fase vegetatif atau saat padi bunting sampai bulir-bulir padi mulai mengeras yaitu dengan
cara menggantungkan kapur barus tersebut yang sudah dimasukkan kedalam pembungkus
dari kain bekas. Taktik pengendalian dengan menggunakan kapur barus ini bersifat
menolak atau mengusir datangnya hama walang sangit karena bau yang dipancarkan oleh
zat yang terkandung dalam kamapar tersebut. Jarak antar kantong tersebut berkisar antara
4-5 meter pada bagian pinggir tanaman padi. Dengan cara ini intensitas kerusakan oleh
walang sangit dapat ditekan yaitu berkisar antara 5-10%.

273



d. Penggunaan tumbuhan ribu-ribu
Pengendalian hama pada saat fase generatif yaitu serangan hama penggerek batang
(beluk), walang sangit dan hama lainnya, yaitu menggunakan tumbuhan liar ribu-ribu yang
aplikasinya dengan cara menaburkan daun ribu-ribu tersebut pada lahan pertanaman padi
pada saat fase bunting. Melalui cara tersebut hama penggerek batang dan khususnya
walang sangit dapat dihindari, karena pengaruh bau yang ditimbulkan dari daun gulma
ribu-ribu yang terendam air tersebut mengeluarkan bau yang dapat mempengaruhi dari
kunjungan hama-hama tersebut. Dengan demikian gulma atau tumbuhan liar tersebut
mempunyai daya penolak terhadap hama pengrerek dan walang sangit.

KESIMPULAN

Cara-cara pengendalian hama walang sangit seperti penggunaan keong yang
dibusukkan sebagai perangkap, pengasapan dari bahan batu bara, tumbuhan mercon, kapur
barus, penggunaan tumbuhan ribu-ribu dan cambai berpotensi untuk dikembangkan.
Walang sangit lebih tertarik untuk datang pada keong-keong yang telah dibusukkan
sehingga pengendalian mudah dilaksanakan karena terkonsentrasi pada areal yang sempait.
Selain itu pengasapan dengan menggunakan daun tumbuhan mercon ataupun batubara
ternyata dapat mengurangi populasi walang sangit. Sedangkan kapur barus, tumbuhan
ribu-ribu dan cambai dapat menolak kedatangan walang sangit karena bau yang
dipancarkan oleh bahan tersebut sehingga kerusakan padi yang disebabkan walang sangit
dapat dihindari. Cara-cara pengendalian tersebut dapat mengurangi kerusakan gabah padi
yang disebabkan walang sangit berkisar 15-20%.

DAFTAR PUSTAKA

Domingo, I.T., E.A. Heinrichs and F.G. Medrano. 1982. Life history of rice bug
Leptocorisa oratorius F. IRRN No.6. IRRI, Los Banos, Philippines.

Kalshoven, L.G.E. and P.A. van der Laan. 1981. The pest of crops in Indonesia. P.T.
Ichtiar Baru. Van Hoeve, Jakarta.

Willis, M. 2001. Hama dan Penyakit Utama Padi di Lahan Pasang Surut. Monograf.
Badan Litbang Pertanian. Balittra. Banjarbaru.

Sunjaya, P.I. 1970. Dasar-Dasar Serangga. Bagian Ilmu Hama Tanaman Pertanian. IPB.
Bogor.

Siwi, S.S., A. Yassin and Dandi Sukarna. 1981. Slender rice bugs and its ecology and

economic threshold. Syiposium on Pest Ecology snd Pest Management, Bogor Nov

30-Dec 2 1981.

Suharto, H. dan D.S.Damardjati. 1988. Pengaruh waktu serangan walang sangit terhadap
hasil dan mutu hasil padi IR 36. Reflektor 1(2) : p 25-28.

274





[+/-] Selengkapnya...

Akhir – akhir ini perhatian petani terhadap ktersediaan biologi tanah sangat kurang mereka hanya merutinkan aktifitas budidaya tanpa memperhatikan kesuburan tanah. Tanah yang sehat secara efektif menyagga pertumbuhan tanaman, melindungikualitas tanah dan air dan menjamin kesehatan manusia secara bersama – sama menentukan sebeberapa baik suatu tanah berperan dalam fungsi – fungsi tersebut.

Tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman dan tempat hidup berbagai macam organisme yang berfungsi untuk membantu menjaga kesuburan tanah. Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organism disbanding dengan media kultur murni di laboratorium. Kesehatan tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan biologi tanah. Biologi tanah merupakan studi tentang komponen hidup dalam tanah yang meliputi bakteri, jamur, antomisetes, ganggang dan semua fauna tanah yang mempunyai peranan dalam pembentukan struktur tanah dan


Tanah yang sehat secara efektif menyagga pertumbuhan tanaman, melindungikualitas tanah dan air dan menjamin kesehatan manusia secara bersama – sama menentukan sebeberapa baik suatu tanah berperan dalam fungsi – fungsi tersebut.

Tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman dan tempat hidup berbagai macam organisme yang berfungsi untuk membantu menjaga kesuburan tanah. Tanah merupakan habitat yang komplek untuk organism disbanding dengan media kultur murni di laboratorium. Kesehatan tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan biologi tanah. Biologi tanah merupakan studi tentang komponen hidup dalam tanah yang meliputi bakteri, jamur, antomisetes, ganggang dan semua fauna tanah yang mempunyai peranan dalam pembentukan struktur tanah dan

mempengaruhi kesuburan tanah. Biologi tanah berbeda dengan kimia tanah ( proses – proses hara )dan fisik tanah ( struktur, tekstur, stabilitas tanah, pergerakan air dalam tanah), tetapi terkait erat dengan proses – proses kimia dan fisik tanah. Bidang kajian tanah pada umumnya adalah kajian organisme ( fisiologi, taksonomi, patologi, simbiosis ), dan kajian proses ( biogeokimia, siklus hara, perubahan global, ekologi ).

Pemahaman tentang proses – proses biologi tanah dapat mendukung pembuatan keputusan yang ditujukan untuk mencapai penggunaan lahan pertanian yang berkelanjutan. Namun demikian biologi tanah merupakan bidang yang kompleks dan penelitian terus berlanjut. Pengelolaan proses – proses biologi tanah sangat sulit untuk dilakukan dengantepat karena adanya berbagai macam parameter pada setiap situasi individu seperti jenis tanah dan penggunaan lahan

Sumber pustaka:

Prof. Handayanto.E, PhD. Biologi tanah. 2003.Pustaka adi

[+/-] Selengkapnya...